Tresno Amergo BTQ
Cinta... Siapa yang tak pernah merasakan jatuh cinta?
Rasanya tak mungkin ada yang tak pernah terlibat dengan perasaan satu ini.
Dengan pengaruhnya, cinta dapat membalikkan perasaan seseorang, membuat
orang yang sedang terkena virusnya terbang melayang dan tak ingin kembali
berpijak ke bumi karena telah terpikat akan pesonanya. Karena cinta adalah hal
yang irasional, yakni hal yang tak masuk akal, hal yang bagi si empunya cinta
adalah hal yang wajar, tapi bagi orang lain adalah hal yang tak masuk di nalar,
bahkan terasa janggal. Siapa orang yang mau pergi di tengah hujan lebat,
motorpun tiba-tiba ngadat, berbekalkan nekat, hanya demi jumpa si dia dimana
hati ini telah terjerat? Inilah cinta, hal yang dapat menciptakan dinding logika
baru bagi para pecandunya, membuat yang rasional bagi mayoritas orang menjadi
tidak masuk akal pula tak dapat diterima nalar pengidapnya, membuat yang sedang
dihinggapi perasaan ini terganggu jam tidurnya, berubah mimik wajahnya, juga
tak luput tindak-tanduknya.
Cinta dapat tumbuh di setiap sanubari insan, tak mengenal
usia, tua maupun muda, watak, pendiam maupun ceria, penyabar maupun pemarah.
Cinta mempunyai pengaruh sangat besar yang dapat merubah penderitanya menjadi
pribadi yang berbeda. Lalu, bagaimana cinta bisa tumbuh di dalam hati manusia?
Manusia adalah makhluk yang tak dapat hidup sendiri, mereka
adalah makhluk sosial yang membutuhkan satu sama lain demi keberlangsungan
hidupnya. Sehingga mereka akan mengadakan interaksi guna memenuhi kebutuhan
hidupnya. Yang mana interaksi di antara mereka merupakan hal yang mutlak dan
tak dapat diacuhkan begitu saja. Apa hubungannya dengan cinta? Cinta bisa
terlahir dari interaksi yang dilakukan antar manusia, baik itu melalui tatap
mata, tutur kata, senyum, canda, tawa, atau bahkan fakta terbaru di lapangan
menunjukkan bahwa cinta dapat terlahir dari kebiasaan bersama, meski mulanya
lisan berkata tidak, hati menolak tuk menerima kenyataan akan hadirnya rasa,
tapi tak disangka pikiran malah jadi terfokus pada si dia.
Kebersamaan yang dijalin seiring dengan berlalunya waktu
pada akhirnya melahirkan perasaan cinta, hal ini dikenal dalam pepatah jawa
dengan witing tresno jalaran soko kulino, yang berarti tumbuhnya cinta itu
karena terbiasa. Seperti yang terjadi pada teman satu kelas saya di universitas
tempat saya kuliah. Dia adalah seorang gadis berumur 19 tahun, sebut saja
namanya Ani. Sebuah kisah cinta yang mampu mengguncangkan prodi kami, atau
bahkan seisi kampus.
Semuanya bermula dari ujian baca tulis Al Qur'an atau biasa
disingkat BTQ yang diadakan di penghujung semester satu. Setiap mahasiswa baru
wajib mengikutinya, karena kelulusan BTQ merupakan syarat untuk mengikuti salah
satu mata kuliah wajib di semester 6. Bagi yang belum lulus, maka akan
mengikuti bimbingan intensif BTQ guna mempersiapkan untuk menghadapi ujian lagi
di penghujung semester berikutnya. Ternyata, saat pengumuman kelulusan, nama Ani
tercantum dalam daftar mahasiswa yang tidak lulus, sehingga ia harus mengikuti
bimbingan.
Pada awalnya Ani beserta 2 kawan sekelasku dibimbing oleh
seorang kakak tingkat. Namun, setelah beberapa kali bimbingan, mereka merasa
ada ketidakcocokan antara mereka dengan pembimbingnya, seperti metode yang
digunakan dalam pembelajaran. Sehingga mereka bertiga mengajukan untuk
mengganti pembimbing mereka ke kantor penanggung jawab BTQ. Kemudian pihak
kantor menanggapi dengan mengganti pembimbing mereka bertiga dengan seorang
dosen S2 lulusan universitas ternama di Jogja bernama Pak Adi (bukan nama
sebenarnya). Beliau belum menikah, berusia sekitar 29 tahun, berperawakan kecil
dan berkulit kuning bersih. Kemudian, mulailah bimbingan BTQ Ani dkk bersama Pak
Adi seminggu sebanyak dua kali, pada hari Kamis dan Sabtu.
Ternyata karena bimbingan intensif BTQ dan pertemuan tiap
minggunya, terciptalah sebuah perasaan yang lebih dari sekedar guru dan murid
bagi Pak Adi. Ditambah lagi paras Ani yang ayu, kepolosan dan keluguannya telah
membuat Pak Adi jatuh hati padanya. Pak Adipun mulai mengirimi Ani pesan,
memberi perhatian yang khusus, dan menunjukkan niatan yang lebih serius
padanya. Mulanya Ani cemas dengan perhatian lebih yang diberikan oleh Pak Adi
padanya, ia gelisah dan khawatir terhadap sikap dosen yang satu itu padanya,
iapun sering bercerita pada teman-temannya dengan nada "GUPUH", atau
dalam bahasa Indonesia berarti bingung bercampur gelisah. Iapun juga jadi takut
untuk mengikuti bimbingan btq. Tetapi, karena kewajibannya untuk mengikuti
bimbingan btq sebagai tiket utama menuju ujian selanjutnya, Ani memberanikan
diri menghadapi Pak Adi.
Kegigihan Pak Adi dalam meyakinkan Ani tentang ketulusan
hatinya dan kesungguhan niatnya ternyata juga ditunjukkan dengan kedatangan
beliau ke rumah Ani. Ani yang mengetahui Pak Adi bertamu ke rumahnya tanpa
pemberitahuan sebelumnyapun terkejut bukan kepalang. Saat ditemui ibunya, Pak
Adi yang datang bersama temannya mengaku sebagai teman Ani, ibunya Ani sempat
curiga apa benar tamunya itu memang teman anaknya. Saat berada di belakang, Ani
ditanya ibunya perihal hal tersebut, dan Ani mengelak karena sebenarnya beliau
itu dosennya. Ani yang tak siap kedatangan tamu dadakan itupun bingung, iapun
hanya menemani tamu "tak biasanya" tersebut sejenak dan pamit pergi
dengan alasan telah ditunggu temannya.
Usaha keras dan niat suci Pak Adipun juga diungkapkan beliau
melalui pesan singkat, bahwa beliau ingin mempersunting Ani. Semakin jelaslah
bahwa Pak Adi tidak bermain-main dengannya, dan itu semua menjadi topik khusus
dalam musyawarah keluarga Ani. Mengingat bahwa Pak Adi itu adalah pribadi yang
berpendidikan, pun taat beragama, juga merupakan seorang yang berilmu yang
dibuktikan dengan pekerjaannya sebagai dosen, akhirnya keluarga Ani
mempertimbangkan niatan Pak Adi tersebut.
Syukurlah, perjuangan Pak Adi dalam memperoleh Ani berbuah manis,
segala usahanya telah mampu mengikis tembok besar hati Ani. Anipun sedikit demi
sedikit mau membuka hatinya untuk dosen pembimbingnya itu. Cinta karena
terbiasa bertemu dan berada di tempat dan tujuan yang sama juga telah mampu
memutarbalikkan perasaannya. Dan saat Pak Adi mengajukan lamaran resmi pada Ani,
iapun menerimanya. Merekapun menikah di pertengahan agustus 2014 lalu.
Secara kebetulan juga Pak Adi di semester ini mengajar kami,
sehingga di pertemuan pertama kelas kami, tanggal 2 September kemarin, kelas
kami riuh dengan tawa dan senyum menghiasi tiap wajah mahasiswa. Pak Adi yang
menyadari penyebab dari senyum dan keriuhan kamipun meminta doa atas
pernikahannya.
Itulah dia sekelumit kisah nyata, tumbuhnya tunas-tunas
hijau cinta sebab terbiasa. Baik terbiasa berkumpul, bersama, bertutur kata,
dan lain sebagainya.
Tulisan ini disertakan dalam kontes GA Sadar Hati - Bahasa Daerah Harus Diminati